Saya berduka Atas Matinya Empati Para Pemangku Kebijakan di Kabupaten Ini.
Baru saja menjalani tahun pertama periode kedua kepemimpinan seorang Kepala Desa di Kabupaten Banyuasin.
Periode Kedua kepemimpinannya ini tampaknya semakin berat beban yang di pikulnya di desa.
Bertubi-tubi masalah tanah atau penguasaan lahan yang menjadi petaka besar bagi Pak Kades tak kunjung berhenti. Bahkan tanah adat yang menjadi aset desa soal pengelolaannya baru bisa berdamai antara desa sebelah sejak lebik kurang 3 tahun ini. Yang berkonflik sejak tahun 70an. Bahkan pemegang surat kuasa atas pengelolaan tanah tersebut, atas nama Mbah Amijoyo sudah meninggal beberapa minggu sebelum masalah perebutan tapal batas desa itu selesai.
Lalu kemudian yang hangat jadi perbincangan sebuah headline media lokal di kabupaten Banyuasin menyebut “Ngeri! Oknum Kades Bacok Warganya”. Tentu ada pemicunya sebab saya tahu betul keseharian Kades IBM ini, Jangankan punya mobil mewah, rumahnya sendiri masih sederhana meski sekarang menjabat Kades di periode Ke – 2, disamping itu beliau dikenal warha desa Kades yang sangat baik dan sayang keluarga sebab tidak ikut-ikutan nambah istri kalau sudah jadi pejabat, makanya beliau ini menjadi panutan didesa. Artinya masih ada Kades yang jujur, bekerja sesuai tupoksinya dan menggunakan anggaran desa, untuk sebaik-baiknya kepentingan warganya. Ya.. maklum saja dengan adanya “Dana Desa” yang besar, banyak warga desa dimanapun berada berlomba-lomba ingin menjabat Kades. Saya lebih familiar dengan prilaku koruptif seorang pejabat ketimbang ada seorang pejabat yang mengutamakan kepentingan warganya diatas kepentingan pribadinya. Jangan marah ya wahai anda para pejabat, ini realita.
Kades IBM bercerita kepada saya langsung bagaimana beliau merasa tertekan selama ini oleh prilaku korban yang memaksa untuk memberikan izin pengelolaan parit di desa nya, belum lagi sikap arogan warga ini sering memaksa warga lain untuk meminta-minta sejumlah uang. Intinya, kesabaran Kades pun habis, “Biarlah Aku Di Penjara Bu, Daripada Wargaku Menderita dan Ketakutan Dibuatnya.” Pada hari kejadian korban mendatangi saya kerumah berteriak-teriak menyuruh keluar untuk menandatangani surat izin pengelolaan parit. Kesabaran saya habis, apalagi saya tahu korban memiliki senpi rakitan. Makanya saya bacok berkali-kali hingga korban terluka parah pada lengannya. Begitulah cerita Kades IBM kepada saya sewaktu saya menjenguknya di ruang tahanan Polres Banyuasin.
Peran Negara
Yang menjadi perhatian kemana selama Aparat Penegak Hukum, DPRD bahkan Bupati ??? Dari kasus tapal batas yang baru selesai beberapa tahun ini, belumlah tenang Seorang Pejabat Kades sudah dibuat geram oleh prilaku premanisme warganya. Kenapa harus sampai jatuh korban baru akan menjadi perhatian. Kalian digaji rakyat untuk apa??? Menambah jumlah koleksi rumah, kendaraan, luas tanah dan kebun bahkan nambah istri baru!!!
Miris betul saya melihat kondisi kabupaten ini. Seorang pemimpin yang baik harus tahan menderita demi orang-orang yang di pimpinnya. Leiden Is Lijden.
Saya, Ketua Serikat Petani Indonesia Kab. Banyuasin menyatakan ikut berbela sungkawa atas matinya empati kalian terhadap orang kecil. Penegakan hukum yang seharusnya dijalankan oleh pemangku kebijakan tidak pernah indah dimata orang kecil. Pembiaran prilaku premanisme yang berlangsung dimana saja kalau bukan kalian aparat penegak hukum, DPRD bahkan bupati yang ikut kecipratan manfaat dari prilaku tersebut. Tentu hal ini tidak seharusnya terjadi.
Perlindungan Petani
UU Nomor 3 Tahun 2024 tentang Desa telah ditetapkan dan diundangkan pada 25 April 2024. UU ini mengatur tentang pembentukan desa, struktur pemerintahan desa, dan peran dan tanggung jawab Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Perlunya di revisi ulang tapi kerja kalian pemangku kebijakan apa pernah merevisi prilaku kalian yang membiarkan hal ini terjadi ?.
Negara seharusnya hadir dalam setiap permasalahan yang terjadi terhadap warga negara nya. Jangan kalian manfaatkan kepiluan mereka hanya untuk meraup suara 5 tahun sekali.
Ada hak-hak petani yang wajib kita lindungi dan perjuangkan. Sebab petani adalah Penjaga Kedaulataan Pangan Bagi Rakyat Indonesia. Dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani (UU) mengatur hak petani atas tanah negara, pemberdayaan petani, dan perlindungan petani:
• Pemberdayaan petani
Upaya untuk meningkatkan kemampuan petani dalam usaha tani, seperti melalui pendidikan, pelatihan, penyuluhan, pendampingan, dan pengembangan sistem pemasaran
• Perlindungan petani
Upaya untuk membantu petani dalam menghadapi masalah, seperti kesulitan memperoleh sarana produksi, kepastian usaha, risiko harga, kegagalan panen, praktik ekonomi biaya tinggi, dan perubahan iklim
UU juga mengatur bahwa petani dilarang mengalihfungsikan lahan pertanian yang diperoleh menjadi lahan non-pertanian, atau mengalihkannya kepada pihak lain tanpa izin dari pemerintah atau pemerintah daerah. Petani yang melanggar ketentuan ini dapat dikenai sanksi administratif berupa pencabutan hak atau izin.
Padahal lahan pertanian merupakan hal penting dan perlu dilindungi. Untuk itulah diberikan hak atas tanah negara yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani (UU Perlindungan Petani).
Kenapa petani harus dilindungi?
Oleh karena itu, petani sebagai pelaku pembangunan pertanian perlu diberikan perlindungan dan pemberdayaan untuk mendukung pemenuhan kebutuhan pangan yang merupakan hak dasar setiap orang guna mewujudkan kedaulatan pangan, kemandirian pangan, dan ketahanan pangan secara berkelanjutan
Maka dari itu Petani memiliki hak untuk hidup serta mempertahankan hidup dan kehidupannya sebagaimana tercantum dalam Pasal 28A UUD 1945 Amandemen IV. Hak tersebut termasuk juga hak untuk mendapatkan kesejahteraan antara lain melalui kepemilikan varietas lokal yang mendapat perlindungan secara hukum sebagai pemulia tanaman.
“WIDYA ASTIN”
Ketua Serikat Petani Indonesia Kab. Banyuasin