Penulis Artikel : CHITRA IMELDA
Dosen Fakultas Hukum Universitas Sjakhyakirti Palembang
Jl. Sultan Muh. Mansyur Kebon Gede 32 Ilir Kota Palembang
E-mail : chitraimelda567@gmai.com
Opini|KabarRI.com, – Masyarakat hukum adat seperti marga di Sumatera Selatan, wanua di Sulawesi Selatan dan masih banyak lagi contonya, merupakan kesatuan hukum dan kesatuan lingkungan hidup berdasarkan hak bersama atas tanah dan air bagi anggotanya.
Eksistensi masyarakat adat di Indonesia diakui secara konstitusional sebagaimana diatur dalam UUD 1945 Amandemen ke-4 Pasal 18B ayat (2), “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang”.
Oleh karena itu, hukum adat muncul dari masyarakat yang hidup didalam sistem sehingga lahirlah bagian dari adat atau adat istiadat, sehingga dapat dikatakan bahwa hukum adat merupakan hukum tidak tertulis karena didasarkan pada proses interaksi dalam kehidupan masyarakat.
Saya jelaskan bahwa proses lahirnya hukum adat dengan skema, seperti ini:
MANUSIA → KEBIASAAN → ADAT → HUKUM ADAT.
Lebih lanjut perlu untuk diketahui bahwa kata “adat” berasal dari bahasa Arab, yang diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia yaitu, Kebiasaan. Oleh sebab itu, hukum adat mencerminkan jiwa suatu masyarakat atau bangsa dan merupakan suatu kepribadian dari suatu masyarakat atau bangsa.
Adat istiadat mempunyai ikatan dan pengaruh yang kuat dalam masyarakat, kekuatan hukum adat sifatnya mengikat tergantung pada bagian masyarakat yang mendukung adat istiadat.
Di indonesia masyarakat-masyarakat hukum adat dibagi menjadi dua golongan berdasarkan susunannya, yaitu yang berdasarkan pertalian suatu keturunan (genealogi), yang berdasarkan lingkungan daerah (territorial) dan susunan yang didasarkan pada kedua dasar tersebut.
Sebagai contoh di Sumatera Selatan dimana masyarakat hukum adat atasannya disebut marga, sedangkan dusun untuk masyarakat hukum adat bawahan. Marga dipimpin oleh kepala marga yang disebut pesirah (tokoh masyarakat yang memiliki kewenangan memerintah beberapa desa), sedangkan dusun dipimpin oleh kria atau mangku.
Red.