Opini

Inpres Oprtimalisasi JKN Dinilai hanya Mengambil IURAN PREMI dari Rakyat

Opini|KabarRI.com, – Joko Widodo Presiden mengeluarkan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1

Tahun 2022 Tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional

di Jakarta pada 6 Januari 2022.

Inpres 1/2022 ini mensyaratkan masyarakat menjadi peserta aktif Jaminan Kesehatan

Nasional (JKN) untuk berbagai macam pengurusan administrasi di 23 kementerian

dan 7 lembaga negara, seperti Surat Izin Mengemudi (SIM), Surat Tanda Nomor

Kendaraan (STNK), hingga ibadah haji, dan pengurusan Jual beli Tanah.

Menurut Muhammad Bobby, S.H yang merupakan Mahasiswa Hukum Pascasarjana

UIN Sunan Kalijaga, menurut saya Kebijakan ini dinilai seolah-olah rakyat harus

diwajib membayar iuran BPJS Kesehatan dan saya rasa kebijakan ini adalah puncak

dari kebijakan yang tidak memikirkan rakyat, dikarena akibat salah tata kelolah yang

di lakukan oleh BPJS Kesehatan selama ini.

Data penelitian yang saya temukan bahwasanya BPJS Kesehatan ini setiap tahunnya

mengalami Defisit, Pada tahun pertama BPJS Kesehatan menjalankan sistem jaminan

sosial untuk masyarakat dinilai mengalami banyak masalah seperti pelayanan

kesehatan yang kurang efektif dan di tambah lagi masalah keuangan, pada tahun

pertama BPJS mengalami defisit Rp 1,9 triliun, angka ini di nilai cukup tinggi karena

BPJS baru menjalankan sistem jaminan kesehatan pada tahun pertama 2014. Pada

tahun kedua BPJS masih banyak mengalami masalah seperti masalah dalam

pelayanan terhadap peserta dan juga mengalami defisit anggaran, tahun kedua BPJS

mengalami defisit sebesar Rp 9,4 triliun, angka ini sudah terlihat bahwa sistem BPJS

kesehatan tidak transparansi, demi keberlangsungan penyelenggaran BPJS kesehatan

pemerintah memberikan suntikkan dana seber Rp 5 triliun, agar BPJS kesehatan

masih bisa terus berjalan. Pada tahun ketiga 2017 BPJS masih mengalami defisit

menjadi Rp13,8 triliun, pemerintah memberikan lagi suntikan dana agar BPJS masih

bisa beroperasional untuk masyarakat, dana yang disuntik Rp 3,6 Triliun .

Pada 2018 defisit menyentuh angka Rp 19,4 triliun, lalu diberikan suntikan dana kembali sebesar

10,3 T. Pada tahun 2021 diprediksi menyentuh Rp 55.97 triliun.

Gambar Proyeksi Defisit Anggaran BPJS Kesehatan

Sebelumnya Pemerintah sudah mengeluarkan Kebijakan menaikan Iuran BPJS

Kesehatan hingga 100% di masa pandemi, dan yang terbaru dikeluarkan Inpers

tentang Optimalisasi Program JKN, menurut saya kebijakan kebijakan ini logis,

dikarenakan Jaminan kesehatan merupakan Kewajiban Negara dan merupakat amanat

UUD 1945 Pasal 28 H

Namum faktanya bahwa kewajiban negara untuk menjamin kesehatan warga

negaranya sebagaimana diamanatkan Undang-Undang ternyata telah beralih menjadi

kewajiban warga negara guna menjamin kesehatannya sendiri dan kesehatan warga

negara lainnya yang ditanggung secara gotong royong. Hal mana dipertegas dalam

serangkaian peraturan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) lebih menekankan bahwa

Jaminan Kesehatan yang seharusnya menjadi hak warga negara telah berubah menjadi

kewajiban warga negara kepada negara, yaitu dimulai saat membayar iuran

kepesertaan yang nilainya ditentukan secara sepihak oleh pemerintah tanpa

memperhatikan kemampuan warganya.

Pembayaran iuran BPJS oleh peserta mandiri menjadi seperti membayar

kewajiban “Pajak”, dimana bila warga negara tidak mampu akan dikenakan denda dan sanksi lainnya akibat ketidakmampuannya membayar iuran kepesertaan tersebut. Dengan adanya sanksi tersebut, pemenuhan atas kesehatan dan jaminan sosial dibebankan sepenuhnya kepada warga negara/penduduk yang sejatinya merupakan pemegang hak. Sementara negara dengan ini telah lalai dalam menjalankan kewajibannya untuk menghormati (to respect, melindungi (to protect). dan memenuhi (to fulfill) Hak Asasi Manusia, khususnya hak atas kesehatan dan jaminan sosial bagi warga

Seharusnya dari data Anggaran APBN sebesar kurang lebih 132 T. Bahwa negara selaku pemegang kebijakan seharusnya bertindak lebih bijak, dimana anggaran kesehatan yang mendapat pors, sebesar minimal 5% (persen) dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dapal diprioritaskan untuk mendapat porsi yang lebih besar guna mengurangi beban rakyat. Dari angaran kesehatan setiap tahunnya 5 % dari APBN pemerintah bisa berikan BPJS kesehatan dana segar ( bailout ) untuk menampal defisit BPJS Kesehatan dan memperbaiki sistem BPJS Kesehatan secara menyeluruh agar pada tahun berikutnya masalah defisit ini tidak terjadi kembali, karena pemerintah bertanggung jawab atas jaminan kesehatan setiap warga negara.

Kata Optimalisasi Program JKN yang dipakai oleh Pak Presiden Jokowi dinilai kurang tepat dikarenakan Program JKN tidak ada transpansinya, Optimalisasi culu Manajemen Keuangan yang dikelolah oleh BPJS Kesehatan yang selama ini Mengalami Defisit dan harus nirkaba tidak boleh mengambil keuntungan dari Iuran tersebut.

Alih-alih Optimalisasi Program JKN, kenapa Kartu BPJS Kesehatan tersebut diwajibkan harus ada untuk mengurus syarat Administrasi pelayanan publik, artinya bukan Optimalisasi yang benarnya Rakyat harus WAJIB Membayar Iuran BPJS Kesehatan untuk mengatasi Masalah-masalah BPJS Kesehatan selama ini, bisa juga dikatakan mengambil kesempatan dalam kesempitanan.

Dan menurut saya tidak ada Hubungan antara Kartu BPJS Kesehatan dengan syarat-syarat pengurusan Administrasi pelayanan publik, untuk apa ada KTP Elektronik, ujar Bobby.

#Muhammad Bobby, S.H.

( Alumni UIN RF Palembang dan Mahasiswa S2 Hukum UIN Sunan Kalijaga ).

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *