Palembang|KabarRi.com – Selasa (29/06/21) polemik atas regulasi yang di keluarkan pemerintah kota Palembang, dalam menangani penularan covid-19. Berdampak buruk terhadap putaran roda ekonomi, terlebih pada sektor kuliner seperti cafe, kedai, dan angkringan menjadi salah satu yang begitu berdampak terhadap regulasi pemerintah dalam menangani kasus penularan covid-19.
Di Palembang sendiri penerapan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM, akhir akhir ini yang coba di tegakkan kerap kali memicu polemik dimana dengan membatasi jam operasional hingga jam 21:00, begitu berdampak terhadap pendapatan cafe, kedai, ataupun angkringan.
Oleh sebab itu, forum kedai palembang bersatu (FKPB) sebagai wadah yang menaungi para penggiat kuliner di kota Palembang. Menilai kebijakan PPKM tersebut akan berpengaruh terhadap putaran roda perekonomian di kota Palembang, pasalnya dengan pendapatan para pelaku usaha yang kian hari semakin menurun tentu akan berdampak langsung, sebab kesulitan dalam melakukan pendistribusian gaji karyawan.
Belum lagi berbagai macam fenomena penindakan yang di lakukan oleh petugas berwenang, kerap kali menuai kontroversi, mulai dari pembubaran, hingga pengangkutan pemilik usaha itu sendiri, bahkan juga sampai pemberian sanksi berupa denda yang harus dibayarkan ditengah kondisi pemasukan yang kian hari kian menurun. Padahal tertib pajak terus diberlakukan normal dan tidak ada toleransi.
Di hari Senin kemarin, ketua FKPB Rudianto Widodo bersama sekretaris dan beberapa anggota FKPB, mendatangi gedung DPRD kota Palembang, bertemu dengan ketua DPRD kota Palembang, guna meminta DPRD Kota Palembang meninjau kembali peraturan yang diberlakukan, FKPB minta untuk segera menormalisasikan kembali jam operasional sebab menurutnya kebijakan PPKM tersebut tidak memiliki progres baik.
“Jadi intinya kami minta segera normalisasi jam operasional karena tidak ada progres membaik untuk pemutusan mata rantai covid-19 atau minimal beri toleransi kelonggaran waktu dan kami siap untuk perketat Prokes”. ungkapnya.
Sekretaris FKPB, Agung Fahrurozi juga turut menyampaikan, “bahwasanya di dalam pemberlakuan masih belum meratanya keadilan yang dirasakan. Apalagi ada salah satu Kedai yang di denda Rp. 15.000.000 dengan alasan prokes, namun setelah di kroscek peraturan yang diberlakukan, tidak adanya dicantumkan mengenai sanksi denda dan dasar hukum yang jelas. Sangat wajar ketika kami minta transparansi dan mempertanyakan dasar apa yang membenarkan bahwa kedai/kafe di denda sedemikian nominalnya.
Kalaupun bicara masalah pelanggaran prokes, masih banyak tempat yang lebih pantas untuk di sanksi prokes. Namun ketidakadilan yang kami rasakan selaku pelaku usaha kedai/kafe di Kota Palembang, seakan menjadi cluster urgensi penyebaran covid-19. Jujur kami sangat kecewa, Tutup Agung. (SA)